Penyandang Disabilitas Yang Melakukan Pelecehan Seksual, Bagaimana Hukumannya?

Di Indonesia seorang penyandang disabilitas mendapatkan perlindungan atau perlakuan khusus dari negara. Sudah merupakan kewajiban negara untuk dapat memberikan pelayanan yang adil kepada seorang penyandang disabilitas. Tetapi apakah semua penyandang disabilitas berkelakuan baik serta tidak berpotensi melakukan tindak pidana? Yang baru saja terjadi di NTB, khususnya di Kota Mataram seorang penyandang disabilitas tunadaksa berinisial IWAS, atau yang lebih dikenal dengan nama Agus menggegerkan pemberitaan di sosial media. Pasalnya dia penyandang disabilitas yang tidak memiliki kedua tangan, tetapi melakukan pelecehan seksual ke banyak korban. Sampai saat artikel berikut diterbitkan penulis, korban pelecehan seksual Agus yang sudah terkonfirmasi oleh KDD (Komisi Disabilitas Daerah) Provinsi NTB ada 15 (lima belas) orang.

Bagaimana kronologi kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh Agus? Awal mula kasus ini beredar dari laporan korban berinisial MA seorang mahasiswi yang mengalami perlakuan kekerasan seksual pada tanggal 7 Oktober lalu, kejadiannya di Taman Udayana, korban yang tiba-tiba dihampiri oleh pelaku tanpa ada kecurigaan sama sekali, pelaku mengajak korban untuk mengobrol seputar keluarga dan kuliah, hingga korban tidak nyaman ketika pelaku menanyakan hal yang sedikit sensitif dan mengarah ke seksualitas. Korban diancam, apabila tidak menuruti perintah dari pelaku, maka korban akan dilaporkan keburukannya kepada orang tuanya. Dengan penuh rasa takut dan terpaksa, korban mengiyakan ajakan pelaku untuk menuju ke sebuah penginapan, di sana lah terjadi pelecehan seksual yang akhirnya diungkap oleh korban pasca kejadian.

Pelaku yang merupakan seorang disabilitas, apakah bebas dari hukuman atas tindak kejahatannya? Pada awal Januari 2024, Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) resmi menetapkan terduga pelaku I Wayan Agus Suartama (IWAS) sebagai tersangka pelecehan seksual. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Komisaris Besar Polisi Syarif Hidayat, mengatakan bahwa pihaknya belum ada rencana menempatkan IWAS alias Agus menjadi tahanan rutan. Pria difabel itu masih dalam status tahanan rumah. Ketua Komisi Disabilitas (KDD) NTB, Joko Jumadi, meminta masyarakat untuk memandang disabilitas secara adil sebagai kelompok yang memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Menurutnya, disabilitas punya potensi, punya peluang menjadi pelaku tindak pidana, yang mana hal itu tidak bisa dipungkiri.

Tersangka dijerat Pasal 6 (b) UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman 12 tahun penjara atau denda Rp300 juta. Pasal tersebut berbunyi, “Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/ atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Selain laporan pihak Kepolisian, ada pengakuan dari terduga pelaku yang cukup mengejutkan. Pelaku sempat mengeklaim dirinya difitnah oleh korban MA dengan dalih keterbatasan fisik, disisi lain pihak Kepolisian yang telah menerima laporan dari korban, menegaskan bahwa penyandang disabilitas juga berpotensi melakukan kejahatan dan meminta untuk memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Dalam perkara yang melibatkan pelaku, Joko Jumandi selaku Ketua Komisi Disabilitas (KDD) NTB hanya ingin memastikan tindakan polisi terhadap disabilitas berjalan sesuai dengan aturan yakni Undang-Undang Disabilitas dan Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 2020 tentang akomodasi yang layak bagi penyandang Disabilitas.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top