Tempat penitipan anak atau yang biasa dikenal dengan istilah “daycare”, menjadi solusi pekerja perempuan yang memiliki anak. Daycare tidak hanya sebuah tempat untuk menitipkan anak, tetapi juga lingkungan pendidikan yang menyeluruh, membantu perkembangan sosial, emosional, serta kognitif anak-anak. Daycare sendiri menjadi suatu hal yang penting dalam pemenuhan hak serta perlindungan anak.
Bagaimana jika anak usia dini mengalami kekerasan akibat berada di lingkungan daycare tersebut? Sebuah daycare di Depok diduga melakukan kekerasan terhadap anak, hingga menimbulkan pro kontra dari masyarakat yang sudah mempercayai layanan daycare dalam mengasuh anaknya. Benarkah daycare tersebut melakukan kekerasan terhadap anak disebabkan karena perizinannya yang belum terpenuhi?
Berdasarkan keterangan Kepolisian Depok, kronologi kekerasan terhadap anak yang terjadi di sebuah daycare, berawal dari seorang saksi yang memberikan keterangan pada orang tua korban bahwa anaknya mengalami penyiksaan. Orang tua korban melapor ke KPAI dengan keterangan bahwa anaknya mendapat kekerasan berupa pemukulan di beberapa bagian tubuh, ditendang sampai terjatuh hingga tersungkur. Pihak orang tua mengaku sudah mengantongi bukti dari rekaman CCTV. Keluarga korban bersama kuasa hukumnya juga meminta perlindungan ke LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).
Pihak Kepolisian Depok menangkap tersangka berinisial MI yang diduga sebagai pemilik daycare “Wensen School” di kawasan Depok tersebut. Tersangka dijerat dengan UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 5 (lima) tahun penjara. Pihak Kepolisian juga telah menerima keterangan dari 4 (empat) orang saksi. Tidak hanya sekali ini saja tersangka melakukan kekerasan terhadap anak, namun sebelumnya sudah pernah melakukan terhadap anak berusia 2 (dua) tahun dan bayi 8 (delapan) bulan. Bagaimana kondisi mereka yang mengalami kekerasan tersebut?
Berdasarkan informasi dari pengacara pihak korban, saat ini korban sedang menjalani pemulihan dibantu oleh UPTD-PPPA (Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Kota Depok. Kondisi anak tersebut apabila bertemu dengan orang baru maupun yang tidak dikenal dia takut dan menangis. Hal ini dikarenakan anak masih mengingat memori-memori pernah dianiaya oleh seseorang.
Adakah pengaruh legalitas sebuah daycare terhadap tindak kekerasan kepada anak? Sebagai pemilik daycare, yang termasuk pelaku usaha dibidang pendidikan non formal, memberi ruang untuk tumbuh kembang anak, wajib memperhatikan standar ketentuan dalam memiliki izin operasional, memiliki pengasuh anak yang kompeten sehingga anak menikmati haknya dengan rasa nyaman ketika berada di pengasuhan daycare. Dalam proses izin operasional untuk daycare, tentu pemilik diminta memenuhi persyaratan yang menjadi standar operasional daycare, dalam hal ini pemilik daycare memenuhi persyaratan sesuai dengan keadaan di lapangan. Sehingga hal tersebut dapat meminimalisir manipulasi data dalam proses perizinan, maupun kekerasan terhadap anak.
Kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di daycare bernama “Wensen School” Depok, diduga tidak memeiliki izin operasional untuk daycare. Hal tersebut diungkap oleh Direktur Jenderal HAM (Dhahana Putra), yang mendapati informasi bahwa dari 110 daycare yang beroperasi di Depok hanya 12 yang memiliki izin. Daycare yang terlibat kasus kekerasan “Daycare Yayasan Wensen School Indonesia” juga hanya memiliki izin untuk Kelompok Bermain (KB) bukan untuk daycare. Sangat penting untuk menertibkan operasional daycare agar tidak terulang kembali persitiwas kekerasan terhadap anak.
Apa langkah pemerintah yang dilakukan dalam kasus ini? Dhahana selaku Direktur Jenderal HAM, meminta Dinas Pendidikan Kota Depok untuk segera mengumpulkan seluruh pemilik daycare yang belum mengantongi izin operasional agar segera diproses perizinannya, juga mendorong Pemerintah Kota Depok mempermudah akses publik dalam perizinan sehingga daycare yang ilegal dapat teratasi.
Tidak lupa juga, dorongan untuk Pemerintah Kota Depok bersama pihak DP3AP2KB (Dinas Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana), untuk segera merampungkan Pedoman Daycare Ramah Anak yang sesuai dengan Konvensi Hak Anak. Dengan begitu Ditjen HAM siap mendampingi dari segi substansi HAM dalam pedoman tersebut, harapannya agar diadakan pelatihan khusus tenaga pendidik di daycare sehingga tercipta lingkungan yang aman bagi anak-anak.
Indonesia merupakan negara pihak dalam konvensi hak anak. Ratifikasi pemerintah Indonesia dalam konvensi tersebut menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia meningkatkan kualitas pemenuhan dan pemajuan hak anak di tanah air, yang perlu diingat jangan sampai kita abai terhadap kepentingan terbaik anak yang tentunya juga merupakan hak asasi manusia. Dimulai dari kepatuhan kecil seperti contoh, perizinan daycare yang sesuai peruntukannya.